Sabtu, 15 Oktober 2016
Politik Agama atau Agama Politik?
Sangat sulit menghindari munculnya isu sara dalam pilkada DKI 2017. Ini adalah akibat dari AHOK EFFECT. Begitu bencinya FPI dengan Ahok, maka segala cara akan dilakukan untuk menyerang dan menggagalkan kemenangan AHOK. Bahkan dengan ancaman bunuh diri massal. Saya katakan disini adalah kebencian FPI bukan kebencian umat Islam kepada AHOK.
Berbagai kebijakan Ahok yang sudah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Jakarta, tetap saja dinilai sebagai hal tidak baik oleh FPI, karena hanya satu alasan yaitu Ahok bukan beragama Islam. Tidak ada dalilinya orang non islam menjadi pemimpin di wilayah yang mayoritas Islam. Alasan yang dikemukan oleh FPI tentu saja tidak ada hubungannya dengan prestasi kerja, peningkatan kesejahteraan atau pun kebersihan sungai dan bebas banjir. Ga ada logika memang, karena mereka mungkin tidak memakai logika, atau memakai logika yang berbeda dengan orang kebanyakan.
Mengapa kampanye negatif berbasis SARA masih mudah ditemukan di setiap kompetisi politik, baik di tingkat lokal maupun nasional?
Publik mungkin akan terpecah dua, ada yg setuju dan ada yang tidak dengan penggunaan isu sara dalam kompetisi politik. Namun dalam kasus Ahok, munculnya isu sara bukan dari lawan atau competitor lain, melainkan dari FPI yang memang sangat membenci Ahok. Sedikit saja ada peluang maka FPI akan melakukan demo besar-besaran untuk menentang Ahok. Bahkan potongan video yang sudah diedit dijadikan dasar tanpa melihat rekaman secara utuh.
Tetapi apakah FPI sendirian??
Tentu saja tidak, ada partai dengan pimpinan bekas jendral yang berada dibelakang mereka. Sejumlah nara sumber yang sempat di wawancarai media mainstream mengatakan FPI selalu berkoordinasi dengan petinggi partai tersebut. Elit partai sengaja memobilisasi sentimen SARA untuk publik yang berpikir bahwa agama atau etnis itu penting. Lebih penting dari kinerja dan prestasi, apa lagi dengan system keternukaan informasi mengakibatkan mereka yang biasa bermain untuk kepentingan sesaat mendapatkan celah korupsi dan manipalusi menjadi tidak mendapatkan celah.
Apakah isu SARA punya efek secara electoral?
Pasti ada. Tapi seberapa besar efeknya ternyata tidak sebesar yang diduga. Buktinya partai dengan identitas agama tidak pernah menang dalam pemilu. Pemilih sekarang sudah cerdas, batasan agama tidak lagi kental, dan sebaiknya memang tidak kental. Perlu diingat bahwa penduduk Jakarta terdiri dari banyak suku dan agama. Pemeluk agama Islam memang paling banyak namun tidak ada survey yang menyatakan apakah mereka penganut Islam radikal atau Islam Nusantara. Karena Islam Nusantara tidak mempermasalahkan gubernurnya dari non Islam. Umat Islam yang tergabung dalam NU sepeti dikatakan salah satu pemimpin NU, NU tidak dalam posisi mendukung apalagi menghalangi orang untuk menjadi pemimpin. Dan tidak membeda-bedakan pemimpin muslim dan non muslim.
Saya akan kutip penggalan analisis yang termuat di Koran Pikiran Aceh : “Bagi masyarakat cerdas menjual agama untuk kepentingan politik seperti ini adalah sama dengan mempermainkan agama. Menurunkan derajat keagungan agama itu sendiri. Politisasi agama dapat merusak kesucian agama itu sendiri. Lalu, masihkah kita percaya dengan para pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat meraih dan mempertahankan kekuasaan?. Jika didaerah kamu mengalami kesusahan mencari pekerjaan, harga barang mahal, diskriminasi, hukum hanya tegak untuk masyarakat bawah, pemimpin sering melakukan pencitraan penegakan agama. Itu artinya pemimpin kamu sedang memainkan politik dagang agama. Maka untuk itu, mari kita melawan. Melawan dengan cara yang demokratis, yakni melawan dengan cara tidak memilih mereka kembali saat pemilu”.
Damai di hati, damai di bumi, damai selamanya.
Rabu, 12 Oktober 2016
Selasa, 11 Oktober 2016
Kamis, 29 September 2016
Senin, 26 September 2016
Minggu, 25 September 2016
Kamis, 22 September 2016
Sabtu, 10 September 2016
Kamis, 08 September 2016
Minggu, 04 September 2016
Rabu, 10 Agustus 2016
Minggu, 07 Agustus 2016
Sabtu, 23 Juli 2016
Minggu, 10 Juli 2016
Selasa, 05 Juli 2016
Senin, 04 Juli 2016
Sabtu, 02 Juli 2016
Jumat, 01 Juli 2016
Rabu, 29 Juni 2016
Kamis, 16 Juni 2016
16 Juni
2015
Sembahyang di Pura Penataran Agung Puncak Mangu 2016 Mengunjungi Pulau Nusa Lembongan Kecamatan Nusa Penida
Minggu, 12 Juni 2016
Pura Kailash Gunung Agung
Perjalanan ke Kailash Gunung Agung dapat dilalui dari Pura Besakih. Setelah melewati kompleks parkiran, kendaraan diarahkan ke Pura Batu Madeg, disebelah barat Pura Penataran Agung. Selanjutnya menuju ke Pura Pengubengan, disana parkir. Dari Pura Pengubengan kita turun ke arah timur menuju Pura Tirta Pingit.Setelah melaksanakan persembahyangan di Pura Tirta Pingit, selanjutnya melukat. Sehabis melukat baru dilanjutkan ke Kailash Gunung Agung.
Perjalanan ke Kailash mengambil jalur sisi kiri Pura Tirta Pingit, tidak ada jalan beton atau batu sikat, semua jalan setapak yang penuh dengan tumbuhan "padang gajah" dan bebatuan. Sebelum sampai di Kailas, kita akan sampai di Pura Tamba Waras terlebih dahulu. Nama Tamba Waras memang sama dengan Pura Tamba Waras di Tabanan. Sedikit sekali informasi yang didapat mengenai keberadaan Pura ini. Bangunannya pun masih sangat sederhana. Jero mangku di Pura Tirta Pingit bahkan tidak mengetahui nama semua pelinggih yang ada.
Setelah 'meketis" dari tirta "palungan" segi empat yang ada di sana, perjalanan dilanjutkan dengan menerobos hutan berbatu
sekitar 10 menit akhirnya sampai di Kailash.
Tidak ada Pelinggih di Kailash, semua hanya batu saja. Batu batu tersebut di beri kain oleh beberapa pemedek yang datang. terdapat satu Linggam Siva tempat para pemedek melaksanakan agni horta.
Dengan tulisan ini semoga makin banyak yang tangkil ke Kailash. OM TAT SAT. OM NAMA SIVA YA
Pura Tirta Pingit Besakih
Pura Tirta Pingit merupakan salah satu pura dari sekian pura yang memiliki mata air suci (tirta) di areal pura. Pura ini merupakan pura tempat untuk melukat (membersihkan diri) dari segala jenis keletehan. Tempatnya tidak begitu jauh dari Pura Pengubengan yaitu di sebelah timurnya, kira-kira 10 menit perjalanan (melewati jalan setapak) menuruni sebuah lembah yang indah dan mempesona.Di Pura ini tersedia tempat untuk cuci muka dan tempat melukat (mensucikan diri).
Sama seperti pura pada umumnya di Bali, pura ini di bagi menjadi tiga kawasan (mandala) yaitu nista mandala, madya mandala, dan utama mandala. Nista mandala merupakan tempat yang petama kali kami temui (tempat mencuci muka dan melukat). Madya mandala tempat untuk istirahat atau mempersiapkan alat persembahyangan seperti menyiapkan canang sari dan menyalakan dupa. Utama mandala merupakan tempat beridirinya pelinggih-pelinggih. Anehnya lagi tepat di bawah salah satu pelinggih tersebut ada sumber air suci (tirta) yang mengalir. Di pura ini terdapat beberapa pelinggih bebaturan dan beberapa pelinggih gedong. Piodalan di Pura Tirtha Pingit jatuh pada hari Budha Wage Kelawu.
Katanya di Pura Tirta Pingit ini Rsi Markandya bertapa/meditasi / semadi untuk membuat konsep/model/design dari Pura Besakih. Dengan kemampuan meditasinya yang kuat serta dari kehendak Hyang Widhi, maka deisgn Pura Besakih dapat terwujud yaitu Konsep Asta Dala ( seperti kelopak Bunga Teratai) yang sarinya berkonotasi sebagi Padma Tiga, untuk penghayatan Bhur, Bwah, Swah dengan kekuatan energi dewatanya : Siwa,Sadha Siwa dan Parama Siwa.
Pura Pajinengan Gunung Tap Sai
Minggu 12 Juli 2016
Perjalanan ke Pura Pajinengan Gunung Tap Sai kali ini adalah yang kedua kalinya. Pura Pajinengan Gunung Tap Sai terletak di kaki gunung Tap Sai atau oleh masyarakat setempat disebut Gunung Tapis, Banjar Pura Gai Desa Pempatan Kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem.Persembahyangan kali ini terkait upacara pemlaspas pratima yang dilaksanakan tanggal 7 Juni 2016 dan puncak Karya tanggal 8 Juni 2016. Pada tanggal 7 hadir juga Gubernur Bali I Made Mangku Pastika beserta rombongan SKPD Pemerintah Provinsi Bali.
Persembahyangan kali ini lebih lengkap karena sudah ada denah urutan persembahyangan. Pada Pelinggih Ratu Gede Mekele Lingsir, dulu pada waktu kedatangan kami pertama, batu tersebut belum ada tulisannya, sekarang sudah seperti prasasti lengkap dengan aksara sucinya.
Menurut penuturan Jro Mangku Pura Tap Sai, Mangku Kariasa, pura tersebut belum diketahuinya secara persis kapan kemunculannya. Sebab, diketahuinya pura tersebut sudah lama berdiri sejak kakek buyutnya ada. Namun, dari beberapa sumber, utamanya dari Lontar Kuntara Bhuana Bangsul, dipaparkan Pura Tap Sai adalah pura yang terletak di kawasan lereng Gunung Toh Langkir atau Gunung Agung, tepatnya di puncak bukit Jineng.
Dalam lontar tersebut disebutkan bahwa ada 3 dewi yang berstana di dalam Pura Tap Sai, yaitu Ida Dewi Saraswati, Ida Dewi Sri dan Ida Dewi Laksmi. Ketiganya disebut dengan Bhatara Rambut Sedana atau Tri Upa Sedana atau tiga dewi pemberi kesuburan dan penganugerahan. Dalam manifestasinya, Bhatara Rambut Sedana menjelma menjadi Dewi Laksmi yaitu dewa dari sawah dan tegalan. Sementara dalam wujud dewi sandang, papan dan makanan, Bhatara Rambut Sedana bermanifestasi sebagai Dewi Sri.
Kamis, 02 Juni 2016
Rabu, 01 Juni 2016
Sabtu, 21 Mei 2016
Kamis, 28 April 2016
Minggu, 24 April 2016
Sabtu, 23 April 2016
Jumat, 15 April 2016
Kamis, 07 April 2016
Kamis, 24 Maret 2016
Rabu, 23 Maret 2016
Kamis, 10 Maret 2016
Sabtu, 13 Februari 2016
Jumat, 12 Februari 2016
Selasa, 19 Januari 2016
19 Januari
2015
Sembahyang di Pura Goa Giri Putri Nusa Penida Sembahyang di Pura Puncak Mundi Nusa Penida Sembahyang di Pura Paluang Nusa Penida Sembahyang di Pura Penataran Ped Nusa Penida
Senin, 11 Januari 2016
11 Januari
2005
Adalah hari kelahiran anak saya yang pertama, kami beri nama PANDE PUTU ANGGA WIJA AKSARA, lahir di RSU Gianyar pukul 04.30
Jumat, 08 Januari 2016
Jumat, 01 Januari 2016
Langganan:
Postingan (Atom)